Modifikasi Gugus Amin dan Imin
MODIFIKASI GUGUS AMINA
Pengertian
Gugus Pelindung
Banyak target senyawa
sintetik yang mengandung lebih dari satu gugus fungsi, dan gugus-gugus tersebut
dapat mengadakan interaksi dengan pereaksi yang digunakan selama proses
sintesis. Jika gugus keton dan aldehida terdapat di dalam molekul yang sama,
kedua gugus tersebut dapat bereaksi dengan pereaksi tertentu pada saat yang
sama. Adanya alkohol dan amina dalam molekul yang sama juga akan menimbulkan
masalah, karena kedua gugus fungsi tersebut cepat bereaksi dengan asam, basa, dan
nukleofil. Cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan melindungi
atau mengeblok sementara satu gugus yang reaktif dengan mentransformasikannya
menjadi gugus fungsi baru yang tidak akan mengganggu terhadap transformasi yang
diinginkan. Gugus baru yang mengeblok ini disebut gugus pelindung. Proses ini
paling tidak membutuhkan dua langkah reaksi kimia. Reaksi pertama
mentransformasi gugus fungsi yang dapat mengganggu menjadi gugus baru yang
berbeda, yang tidak akan bersaing dengan reaksi yang diharapkan. Langkah reaksi
kedua adalah mentransformasi gugus fungsi baru (gugus pelindung) kembali
menjadi gugus fungsi semula pada tahap akhir sintesis. Proses ini dikenal
sebagai perlindungan atau proteksi.
Apakah penggunaan gugus
pelindung menjadikan ciri yang selalu diperlukan dalam sintesis? Tidak, bahkan
sedapat mungkin dicegah penggunaannya. Namun demikian, dalam banyak hal justru
penggunaan gugus pelindung tidak dapat dihindari. Seperti yang telah disebutkan
di atas, proses proteksi-deproteksi akan menambah dua langkah reaksi untuk
keseluruhan sintesis. Jika terdapat empat gugus fungsi yang dapat mengganggu
dan setiap gugus fungsi membutuhkan proteksi, maka akan ada delapan langkah
tambahan. Sedapat mungkin penggunaan proteksi dikurangi. Sebagai contoh, jika
gugus aldehida dapat disisipkan pada molekul setelah reaksi Grignard terhadap
keton dilakukan, maka dua langkah reaksi dapat ditiadakan. Jika langkah
proteksi diperlukan, maka pertanyaan pertama adalah transformasi apa yang dapat
dilakukan terhadap gugus yang reaktivitasnya diproteksi, kemudian reaksi kimia
berikutnya yang mengembalikan gugus fungsi aslinya dengan hasil yang tinggi.
Gugus yang memproteksi harus inert dan bereaksi dengan pereaksi khusus untuk
mengembalikan gugus fungsi aslinya.
Gugus-gugus fungsi penting
yang sebagian besar menyebabkan masalah reaktivitas adalah alkohol, keton, dan
amina. Asam karboksilat yang mengandung gugus COOH, juga dapat menimbulkan
masalah, tetapi hal ini biasanya dapat diproteksi dengan mudah sebagai ester.
Untuk senyawa alkohol, keasaman hidrogen O-H menimbulkan masalah, dan gugus
pelindung harus menyingkirkan hidrogen tersebut. Cara yang paling mudah untuk
menyingkirkan sementara keasaman hidrogen adalah konversi alkohol menjadi eter,
asetal, atau ester. Keton dan aldehida merupakan sasaran terhadap reaksi adisi
asil nukleofil, dan gugus karbonil biasanya diproteksi dengan cara
mengkonversikannya menjadi asetal atau ketal, tioasetal atau tioketal, atau
turunan hidrazon. Bagian amina yang mengganggu adalah sifat basa dari pasangan
elektron bebas. Pasangan elektron tersebut dapat diikat dengan cara
mengkonversinya menjadi garam amonium kuaterner, tetapi biasanya garam tersebut
tidak selalu mudah pada tambahan serangkaian sintesis. Pasangan elektron bebas
biasanya tidak disingkirkan, tetapi secara elektronik didelokalisasi dengan
cara mengkonversi menjadi amida atau sulfonamida. Pada beberapa reaksi, gugus
N-H bersifat asam dan gugus pelindung harus memproteksi hidrogen yang bersifat
asam tersebut. Dua pertanyaan pokok yang lain adalah kapan kita menggunakan
gugus pelindung dan bagaimana memilih gugus pelindung tersebut.
Proteksi
Amina
Tipe gugus fungsi terakhir
adalah amina. Bagian gugus ini yang dapat mengganggu adalah sifat basa dan
sifat nukleofil pasangan elektron bebas pada nitrogen. Jika elektron-elektron
tersebut diikat oleh gugus alkil (membentuk garam amonium), maka reaksi yang
umum melibatkan amina (alkilasi, kebasaan, dan oksidasi) dapat dicegah. Namun
demikian, garam amonium jarang digunakan sebagai gugus pelindung, karena
spesies yang bermuatan ini tidak cocok (sukar) bereaksi. Tiga cara yang paling
umum untuk memproteksi gugus amina meliputi (1) konversi amina primer dan
sekunder menjadi amina tersier (biasanya benzil atau trialkilsilil), (2)
mengkonversi menjadi amida (atau karbamat), dan (3) mengkonversi menjadi
sulfonamida.
1. Gugus pelindung N-alkil
Gugus alkil lain yang
digunakan untuk melindungi nitrogen adalah benzil (N-CH2Ph, N-Bz). Amina direaksikan dengan benzil
klorida atau benzil bromida, biasanya dengan adanya basa seperti kalium
karbonat (K2CO3) atau hidroksida. Gugus ini stabil
terhadap asam dan basa (pH 1-12) dan terhadap nukleofil, organologam, hidrida,
dan asam Lewis. Ikatan N-C dapat diputus secara hidrogenolisis dengan
hidrogenasi katalitik atau pelarutan logam. Cara penentuan lain adalah dengan
mereaksikannya dengan natrium dalam amonia cair.
2. Gugus pelindung N-asil
Amida merupakan gugus
pelindung yang paling umum digunakan untuk memproteksi amina. N-asetil
merupakan gugus pelindung amida yang sudah dikenal baik dan N-asilamina dikenal
merupakan turunan asetamida (N-COCH3, N-Ac). Reaksi antara anhidrida
asetat atau asetil klorida dengan amina, dengan adanya basa seperti piridin
atau trietilamina, akan menghasilkan asetamida.
Asetamida sensitif terhadap
asam kuat dan basa, tetapi stabil pada pH 1-12. Asetamida tidak bereaksi dengan
nukleofil dan organologam. Gugus ini dapat mengalami reduksi dengan hidrogenasi
katalitik, boran, zat pereduksi borohidrida (tidak terhadap LiAlH4),
dan dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi. Dua cara utama untuk memutuskan
ikatan N-asetamida menjadi amina adalah dengan mereaksikannya dengan asam
berair dan mereaksikannya dengan trietiloksonium tetrafluoroborat (Et3O+BF4-,
pereaksi Meerwein). Reduksi dengan
LiAlH4 menghasilkan turunan etilamina, dan hidrida ini dapat
dipandang juga sebagai pereaksi pemecah. Contoh sintesis yang menggunakan gugus
N-asetil adalah konversi 7.50 menjadi 7.51. Ikatan N-H indol merupakan ikatan
N-H khusus seperti yang ditunjukkan pada gugus N-benzil, tetapi gugus tersebut
dapat bereaksi jika atom nitrogen yang lebih reaktif tidak ada. Reduksi,
klorinasi, dan konversi menjadi nitril (7.52) kemudian diikuti dengan
hidrolisis terhadap nitril. Konversi asetamida menjadi amina (7.53) merupakan
serangkaian proteksi yang dikerjakan oleh Woodward
dalam mensintesis lesersat.
Jenis lain gugus yang
memproteksi amina adalah trifluoroasetamida (N-COCF3, N-TFA). Trifluoroasetil umumnya diikat
berdasarkan reaksi antara amina dengan anhidrida trifluoroasetat ((CCF3CO)2O)
dengan adanya trietilamina atau piridin. Gugus pelindung benzamida (N-COPh, N-Bz) dibentuk berdasarkan reaksi amina
dengan benzoil klorida dalam piridin atau trietilamina. N-TFA dapat dipecah
dengan kalium karbonat dalam metanol berair atau dengan mereduksinya dengan
natrium borohidrida, sedangkan N-Bz dapat dihilangkan dengan HCI 6 N, atau HBr
dalam asam asetat, atau dengan pemanasan NaOH pekat berair. Reduksi dengan
diisobutilaluminium hidrida juga dapat memecah gugus benzamida.
3. Gugus pelindung N-karbamat
Gugus pelindung lain untuk
nitrogen adalah karbamat (N-CO-OR). Banyak gugus pelindung yang dikembangkan
untuk memproteksi asam amino pada sintesis peptida. Salah satu yang dikenal
adalah t-butil karbamat (t-butoksikarbonil, N-CO-OC(CH3),
N-BOC). Dalam perdagangan dapat
diperoleh BOC-O-[(CH3)3C-CO-CO2N=C(CN)Ph] yang
bereaksi dengan amonia dengan adanya trietilamina, menghasilkan turunan N-BOC.
Hal yang sama, reaksi dengan t-butil
karbamat [((CH3)3CO)2CO] pada kondisi basa
menghasilkan amina yang diproteksi BOC. Gugus ini sensitif terhadap asam kuat.
Gugus BOC biasanya dilepaskan dengan mereaksikannya dengan HCI berair atau
dengan asam trifluoroasetat. Contoh sederhana ditunjukkan pada proteksi asam
amino 7.54 sebagal turunan BOC (7. 55). Penggantian tosilat dengan nukleofil
belerang (menghasilkan 7.56), dilanjutkan dengan deproteksi dengan asam
trifluoroasetat (suhu kamar, 30 menit) yang akan menghasilkan amina 7.57, dan
gugus hidroksil diganti dengan gugus tiol.
Karbamat lain yang populer
adalah benzil karbamat (N-CO2CH2Ph, N-CBz, benziloksi
karbonil), digunakan sejak tahun 1932. Gugus diikat oleh reaksi antara amina dengan
benzil kloroformat (PhCH2O2CCl) dengan adanya basa
(karbonat berair atau trietilamina). Gugus sangat stabil terhadap asam dan basa
(pH 1-12), terhadap nukleofil, terhadap organologam (tetapi gugus tersebut
bereaksi dengan pereaksi organolitium dan pereaksi Grignard), terhadap asam
Lewis, dan terhadap sebagian besar hidrida (gugus tersebut bereaksi dengan
LiA1H4).
Gugus ini sensitif terhadap hidrolisis dengan
hidrogenasi katalitik (Pd pada karbon merupakan katalis yang umum digunakan).
Fenilalanina (7. 58)
dikonversi menjadi turunan CBz (direaksikan dengan benzil kloroformat) dan
kemudian direaksikan dengan diazometana menghasilkan diazoketon yang diproreksi
CBz (7.59). Gugus fungsi asam diperpanjang dengan satu karbon melalui penataan
ulang Wolff, menghasilkan 7. 60. Deproteksi dengan hidrogen (Pd/C) menghasilkan
7.61.
b. Menemukan gugus farmakofor penting (gugus fungsi), yaitu bagian molekul obat yang dapat memberikan aksi farmakologi.
Sulfanamid adalah senyawa antibakteri setempat, tidak diberikan per-oral karena dengan cepat akan dimetabolisis. Dengan melalui modifikasi molekul dapat diubah menjadi senyawa yang mempunyai efek antibakteri sistemik dan dapat diberikan per-oral, seperti sulfadiazin dan sulfametoksazol. Untuk mendapatkan efek antibakteri pada saluran cerna dilakukan modifikasi molekul dengan membuat menjadi pra-obat yang sedikit diabsorpsi pada saluran cerna, seperti pada sulfaguanidin dan ptalazol, sehingga senyawa efektif untuk infeksi saluran cerna.
2. Pengembangan antibiotika turunan penisilin
Benzilpenisillin (penisilin G ) merupakan penisilin alami yang mempunyai spektrum sempit, hanya efektif terhadap bakteri gram positif, dan tidak tahan terhadap enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh staphylococcus aureus.
3. Pengembangan senyawa antagonis rseptor Histamin H2
Histamin dapat merangsang kontraksi otot polos bronki, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi mukus. Yang bertanggung jawab terhadap efek diatas adalah reseptor histamin H1, dan efek tersebut dapat ditekan oleh obat antihistamin klasik.
Struktur antihistamin klasik pada umumnya mengandung gugus aromatik lipofil yang dihubungkan oleh rantai 3 atom dengan atom N basa; contoh : difenhidramin, tripelenamin dan klortimeton. Selain menimbulkan efek-efek di atas histamin juga dapat mereangsang pengeluaran asam lambung. Efek ini tidak dapat dihambat oleh obat antihistamin klasik sehingga di duga histamin mempunyai reseptor yang secara karakteristik berbeda dengan reseptor H1, yang dinamakan reseptor histamin H2. Senyawa yang dapat menghambat pengeluaran asam lambung dinamakan H2 antagonis. dari hubungan struktur dan aktivitas, ddalam usaha pengembangan obat H2-agonis, didapat hal-hal menarik sebagai berikut :
Permasalahan:
1. Penambahan panjang gugus metilen pada rantai samping turunan guanidin akan meningkatkan aktivitas H2-antagonis tetapi senyawa masih mempunyai efek agonispersial yang tiidak diinginkan. Bagaimana mengatasi hal ini?
2. Tidak seperti simetidin, ranitidin tidak menghambat metabolisme dari fenitoin, warfarin, dan aminofilin, dan juga tidak mengikat sitokrom. Apa yang membedakan antara simetidin dan ranitidin baik sifat fisik maupun kimianya sehingga mengakibatkan hal ini terjadi?
3. Struktur antihistamin klasik pada umumnya mengandung gugus aromatik lipofil yang dihubungkan oleh rantai 3 atom dengan atom N basa; contoh : difenhidramin, tripelenamin dan klortimeton. Selain menimbulkan efek-efek di atas histamin juga dapat mereangsang pengeluaran asam lambung. Efek ini tidak dapat dihambat oleh obat antihistamin klasik sehingga di duga histamin mempunyai reseptor yang secara karakteristik berbeda dengan reseptor H1, yang dinamakan reseptor histamin H2. Senyawa yang dapat menghambat pengeluaran asam lambung dinamakan H2 antagonis. Jelaskan perbedaan struktur antihistamin dan histamin!
DAFTAR PUSTAKA:
Sastrohamidjojo, H. dan Pranowo, H. D. 2009. Sintesis Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga
http://kimiamedisinalmegsel.blogspot.com/2015/03/metodemodifikasi-struktur-molekul-obat.html
Modifikasi atau manipulasi molekul adalah dasar pengembangan dari kimia organik. Dasar modifikasi molekul adalah mengembangkan struktur senyawa induk yang sudah diketahui aktivitas biologisnya, kemudian disintesis dan diuji aktivitas dari homolog atau analognya.
Modifikasi molekul bertujuan untuk :
a. Mendapatkan senyawa baru yang mempunyai aktifitas lebih tinggi, masa kerja lebih panjang, tingkat kenyamanan lebih besar, toksisitas atau efek samping lebih rendah, lebih selektif, lebih stabil dan lebih ekonomis. Selain itu modifikasi molekul digunakan pula untuk mendapatkan senyawa baru yang bersifat antagonis atau antimetabolit. b. Menemukan gugus farmakofor penting (gugus fungsi), yaitu bagian molekul obat yang dapat memberikan aksi farmakologi.
Menurut Schueler, modifikasi molekul mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :
a. Kemungkinan besar senyawa homolog atau analog mempunyai sifat farmakologis serupa dengan senyawa induk dibanding dengan senyawa yang didapatkan dengan cara seleksi atau sintesis secara acak
b. Kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan produk dengan aktivitas farmakologis yang lebih tinggi
c. Data yang didapat kemungkinan dapat membantu penjelasan hubungan struktur dan aktivitas
d. Metode sintesis dan uji biologis yang digunakan sama sehingga dapat menghambat waktu dan biaya
e. Produksi obat baru menjadi lebih ekonomis
Menurut Lien, untuk mencapai tujuan modifikasi molekul dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Meningkatkan absorpsi obat
b. Mengoptimalkan waktu distribusi obat
c. Modifikasi aktivitas intrinsik farmakologis
d. Memperkecil biodegradasi obat
e. Mengembangkan penerimaan obat.
Dalam modifikasi molekul, metode yang digunakan sangat berfariasi, antara lain yaitu :
Contoh :
Kokain disederhanakan molekulnya menjadi benzokain, prokain, tetrakain, butetamin, amilokain, piperokain, dan meprilkain.
1. Penyederhanaan molekul
Dalam metode ini dilakukan pemecahan, penyisipan, atau pemotongan bagian dari struktur molekul yang besar, melalui proses sintesis yang sistematik, dan dievaluasi bagian struktur atau prototipe analognya. Pada umumnya dilakukan pada senyawa-senyawa produk alam, seperti kokain, tubokurarin, morfin dan kuinin. Contoh :
Kokain disederhanakan molekulnya menjadi benzokain, prokain, tetrakain, butetamin, amilokain, piperokain, dan meprilkain.
2. Penggabungan molekul
Pada metode ini dilakukan addisi (penambahan), replikasi atau hibridisasi molekul senyawa induk, melalui proses sintesis dan kemudian dievaluasi prototipe analog yang lebih kompleks
a. Adisi molekul
Pada proses ini dilakukan penggabungan dua molekul senyawa dengan gugus berbeda melalui ikatan yang relatif lemah, seperti ikatan ion dan ikatan hidrogen.
b. Replikasi molekul
Pada proses ini dilakukan penggabungan gugus atau molekul yang identik, melalui pembentukan ikatan kovalen atau jembatan gugus tertentu. Penggabungan dua molekul identik disebut duplikasi, tiga molekul identik, triplikasi, 4 molekul identik, tetraplikasi dan n-plikasi.
Contoh :
c. Hibridasi molekul
Pada proses ini dilakukan penggabungan gugus atau molekul yang berbeda melalui pembentukan ikatan kovalen.
Contoh :
Asetaminosalol (asetosal dan asetaminofen), febarbital (fenobarbital dan meprobamat), estramustin (estradiol dan nitrogen mustar), piroksisilin (sulfadiazin dan amoksisilin), prednimustin (prednisolon dan klorambusil), sulfasalazin (sulfapirimidin dan asam aminosalisilat) dan sultamisilin (sulbaktam dan ampisilin).
3. Pengubahan dimensi dan kelenturan molekul
4. Pengubahan sifat kimia fisika molekul
D. Contoh modifikasi molekul
Contoh modifikasi molekul antara lain adalah pengembangan antibakteri turunan sulfanilamid, pengembangan antibiotika turunan penisilin dan pengembangan antibiotika turunan penisilin dan pengembangan obat antagonis terhadap reseptor H2.
1. Pengembangan antibakteri turunan sulfanilamidSulfanamid adalah senyawa antibakteri setempat, tidak diberikan per-oral karena dengan cepat akan dimetabolisis. Dengan melalui modifikasi molekul dapat diubah menjadi senyawa yang mempunyai efek antibakteri sistemik dan dapat diberikan per-oral, seperti sulfadiazin dan sulfametoksazol. Untuk mendapatkan efek antibakteri pada saluran cerna dilakukan modifikasi molekul dengan membuat menjadi pra-obat yang sedikit diabsorpsi pada saluran cerna, seperti pada sulfaguanidin dan ptalazol, sehingga senyawa efektif untuk infeksi saluran cerna.
2. Pengembangan antibiotika turunan penisilin
Benzilpenisillin (penisilin G ) merupakan penisilin alami yang mempunyai spektrum sempit, hanya efektif terhadap bakteri gram positif, dan tidak tahan terhadap enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh staphylococcus aureus.
3. Pengembangan senyawa antagonis rseptor Histamin H2
Histamin dapat merangsang kontraksi otot polos bronki, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi mukus. Yang bertanggung jawab terhadap efek diatas adalah reseptor histamin H1, dan efek tersebut dapat ditekan oleh obat antihistamin klasik.
Struktur antihistamin klasik pada umumnya mengandung gugus aromatik lipofil yang dihubungkan oleh rantai 3 atom dengan atom N basa; contoh : difenhidramin, tripelenamin dan klortimeton. Selain menimbulkan efek-efek di atas histamin juga dapat mereangsang pengeluaran asam lambung. Efek ini tidak dapat dihambat oleh obat antihistamin klasik sehingga di duga histamin mempunyai reseptor yang secara karakteristik berbeda dengan reseptor H1, yang dinamakan reseptor histamin H2. Senyawa yang dapat menghambat pengeluaran asam lambung dinamakan H2 antagonis. dari hubungan struktur dan aktivitas, ddalam usaha pengembangan obat H2-agonis, didapat hal-hal menarik sebagai berikut :
a. Pemasukan gugus metil pada atom C2 cincin imidazol secara selektif dapat merangsang reseptor H1, sedang pemasukan gugus metil pada atom C4 ternyata senyawa bersifat selektif H2-agonis dengan efek H1-agonis lemah. Hal ini menunjukkan bahwa histamin paling sedikit mempunyai dua tempat reseptor, yaitu reseptor H1 dan reseptor H2.
b. Modifikasi pada cincin ternyata tidak menghasilkan efek H2-antagonis, sehingga modifikasi dilakukan pada rantai samping.
c. Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidin yang bersifat basa kuat ternyata dapat menghasilkan efek H2-antagonis lemah.
d. Penambahan panjang gugus metilen pada rantai samping turunan guanidin akan meningkatkan aktivitas H2-antagonis tetapi senyawa masih mempunyai efek agonispersial yang tiidak diinginkan.
e. Penggatntian gugus guanidin yang bermuataan positif dengn gugus tiourea yang tidak bermuatan dan bersifat polar, seperti pada burinanid, akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek H2-antagonis yang kuat.
f. Bila diberikan secara oral burimamid mempunyai aktivitas yang rendah karena mempunyai kelarutan dalam air yang besar sehingga absorpsi obat dalam saluran cerna rendah kemudian dibuat turunannya yang bersifat lebih lipofilik, dengan cara penmbahan gugus metil pada atom C4 cincin imidazol dan mengganti 1 gugus metilen pada rantai samping burimamid dengan atom S. Senyawa baru ini, yaitu metiamid, ternyata efektif bila diberikan secara oral dan mempunyai aktivitas yang lebih besar dibanding burimamid.
g. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa mtiamid dapat menimbulkan efek samping kelainan darah (agranulositosis) yang disebabkan oleh adanya gugus tiourea, modifikasi selanjutnya adalah mengganti gugus tiourea dengan gugus N-sianoguanidin, yang tidak bermuatan dan masih bersifat polar. Seperti pada simetidin. Gugu siano yang bersifat elektronegatif kuat dapat mengurangi sifat kebasaan atau ionisasi gugus guanidiin sehingga absorpsi pada saluran cerna menjadi lebih besar. Simetidin aktivitasnya 2 kali lebih besar dibanding metiamid dan merupakan senyawa penghambat reseptor H2 pertama yang digunakan secara klinik, untuk menghambat sekresi asam lambung pada pengobatan tukak lambung.
h. Modifikasi isoterik dari intimidazol telah diselidiki dan dihasilkan senyawa senyawa analog simetidin yang berkhasiat lebih baik dan efek samping yang lebih rendah. Penggantian inti imidazol dengan cincin furan, pemasukan gugus dimetilaminoetil pada cincin dan penggantian gugus sianoguanidin dengan gugus nitrometenil, menghasilkan ranitidin, yang dapat menghilangkan efek samping simetidin, seperti ginekomastia dan konfusi mental, dan mengurangi kebasaan senyawa. Tidak seperti simetidin, ranitidin tidak menghambat metabolisme dari fenitoin, warfarin, dan aminofilin, dan juga tidak mengikat sitokrom.
i. Penggantian inti imidazol dengan cincin tiazol, pemasukan gugus guanidin pada cincin dan penggantian gugus sianoguanidin dengan gugus sulfonamidoguanidin, menghasilkan famotidin, yang mempunyai aktivitas lebih poten dibandingkan simetidin dan ranitidin, dapat menurunkan efek antiandrogenik, dan mengurangi sifat kebasaan senyawa.
TUJUAN MODIFIKASI MOLEKUL
~ Meningkatkan aktivitias
~Menurunkan efek samping atau toksisitas
~ Meningkatkan selektivitas obat
~ Memperpanjang masa kerja obat
~ Meningkatkan kenyamanan penggunaan obat
~ Meningkatkan aspek ekonomis
METODE MODIFIKASI MOLEKUL
~Seleksi atau sintesis “obat lunak”
~Pembuatan pra-obat dan “obat target”
~Modifikasi molekul yg sudah diketahui aktivitas biologisnya.
SELEKSI ATAU SINTESIS “OBAT LUNAK”
° Obat lunak adalah senyawa kimia yang aktif secara biologis, dgn
karakteristik sesudah menimbulkan efek terapeutik dirancang utk pecah di dalam
tubuh menjadi senyawa non toksik yg secara biologis tdk aktif.
° melalui proses metabolisme yg dapat dikontrol dan diramalkan
MANFAAT PENGGUNAAN OBAT LUNAK
*Meningkatkan batas keamanan
obat dgn cara menghilangkan pembentukan senyawa antara yg reaktif atau toksik.
*Menghindari pembentukan metabolit aktif atau senyawa sekunder yg aktif
.
*Menghilangkan kemungkinan terjadinya interaksi obat
*Menyederhanakan sejumlah masalah farmakokinetik yg disebabkan oleh
sistem multi komponen
Polianilin merupakan salah satu jenis polimer konduktif yang memiliki
beberapa keunggulan dibanding polimer konduktif lainnya. Diantara polimer
konduktif, polianilin menempati kedudukan yang istimewa karena kaya akan aspek
ilmiah dan luas potensi aplikasinya seperti baterai sekunder, sensor, LED dan
bidang optoelektronik lainnya [1]. Selain itu ditinjau dari aspek kestabilan di
udara bahan polimer konduktif dari polianilin memiliki kestabilan yang paling
baik di antara bahan polimer yang selamaini dikenal. Faktor inilah yang
memungkinkan polianilin sebagai bahan berpotensi tinggi untuk produksi
komersil. [2] Polianilin dapat disintesis secara elektrokimia menghasilkan
produk dalam bentuk lm atau sintesis secara kimia akan menghasilkan polianilin
dalam bentuk bubuk. Di antara teknik elektrokimia, metode galvanostatik
merupakan salah satu metode elektropolimerisasi dimana proses doping terjadi
bersamaan dengan polimerisasi. Selain jenis proses sintesis, sifat polianilin
juga dipengaruhi oleh parameter sintesis seperti konsentrasi monomer anilin,
jenis dopan dan konsentrasi yang digunakan, lama waktu, arus dan tegangan
polimerisasi. Dengan parameter sintesis yang optimum, akan didapatkan polianilin
dengan nilai konduktivitas listrik yang maksimum. Penelitian yang dilakukan
sebelumnya [2] telah memperlihatkan pengaruh parameter konsentrasi anilin, HCl
danarus sintesis serta pemakaian elektroda kerja yang bervariasi dengan
elektroda kerja yang digunakan adalah Ag/AgCl telah dihasilkan kondisi optimum
untuk sintesis ini adalah pada konsentrasi anilin dan HCl adalah 1 M dan 3 M
(pada penelitian ini konsentrasi HCl dan anilin mengacu pada pustaka [2] arus
sintesis 2 mA dan elektroda kerjanya adalah karbon.
Pada penelitian ini digunakan konsentrasi monomer anilin 1M dan HCl 3M
yang akan disintesis pada arus tertentu, sehingga diharapkan akan dapat
diketahui pengaruh arus terhadap nilai konduktivitas listrik dari polianilin
serta sifatsika-kimia dengan spektroskopi FTIR dan UV-Vis. Polianilin adalah
molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia kecil dan sederhana
yang disebut monomer anilin (C6H5NH2) yang berikatan kovalen [3]. Penggabungan
monomer-monomer anilin akan membentuk cincin-cincin benzoid (B) dan kuinoid (Q)
yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh atom nitrogen (N) melalui ikatan amin
dan ikatan imin. Secara umum struktur kimia polianilin dalam keadaan basa dapat
ditulis sebagai ditunjukkan Gambar 1. Struktur polianilin yang terlihat pada
Gambar 1 adalah polianilin yang bersifat isolator. Struktur tersebut tersusun
dari dua gugus yaitu gugus tereduksi dan gugus teroksidasi. Pada struktur
polianilin dalam bentuk basa indeks y menyatakan tingkat oksidasi dari basa
polianilin yang nilainya berkisar dari 0 sampai 1 (0 y 1). Besarnya nilai y
yang berbeda akan memberikan struktur polianilin yang berbeda pula. Bila nilai
y = 0 akan menghasilkan polianilin dalam bentuk basa pernigranilin, bernilai y
= 0,5 berbentuk basa emeraldin, bernilai y = 1 berbentuk basa leukoemeraldin,
seperti ditunjukkan Gambar 2. Ketiga bentuk oksidasi polianilin tersebut
bersifat isolator. Dan sejauh ini hanya basa emeraldin yang dapat dibuat
konduktif dengan cara protonasi, yang nantinya akan menghasilkan polianilin
berbentuk garam emeraldin dengan struktur seperti Gambar 3.
Polianilin bentuk basa emeraldin dapat dibuat konduktif dengan memberi
perlakuan asam yang menghasilkan garam emeraldin. Garam emeraldin diperoleh
melalui protonasi atom nitrogen yang berikatan imin dengan cincin kuinoid dari
gugus teroksidasi dalam basa emeraldin. Proses protonasi ini menghasilkan cacat
rantai dalam bentuk pasangan dikation dan dopan A, yang diawali rumus lambang
[(-B-NHB-NH-)(-B-NH+=Q=NH+-)(2A+)]n. Anion Ayang berasal dari bahan elektrolit
(seperti ion Cl, H2SO4 , BF4 dsb) masuk ke dalam polimer dan terikat secara
coulomb dengan kation yang muncul pada rantai. Dikation ini dalam bahasan zat
padat disebut bipolaron. Masuknya dopan melalui protonasi merupakan keunikan
tersendiri yang tidak terdapat pada polimer konduktif lain. Dalam proses ini,
jumlah elektron di dalam rantai tidak berubah, sedangkan proses doping polimer
lainnya disertai perubahan jumlah elektron pada rantai polimer. Metode
elektrokimia adalah metode yang didasarkan pada reaksi redoks, yakni gabungan
dari reaksi reduksi dan oksidasi, yang berlangsung pada elektroda yang
sama/berbeda dalam suatu sistem elektrokimia. Sistem elektrokimia meliputi sel
elektrokimia dan reaksi elektrokimia. Sel elektrokimia yang menghasilkan
listrik karena terjadinya reaksi spontan di dalamnya disebut sel galvani.
Sedangkan sel elektrokimia di mana reaksi tak-spontan terjadi di dalamnya
disebut sel elektrolisis. Peralatan dasar dari sel elektrokimia adalah dua
elektroda, umumnya konduktor logam yang dicelupkan ke dalam elektrolit
konduktor ion (yang dapat berupa larutan maupun cairan) dan sumber arus. Karena
didasarkan pada reaksi redoks, pereaksi utama yang berperan dalam metode ini
adalah elektron yang dipasok dari suatu sumber listrik. Sesuai dengan reaksi
yang berlangsung, elektroda dalam suatu sistem elektrokimia dapat dibedakan
menjadi katoda, yakni elektroda di mana reaksi reduksi (reaksi katodik)
berlangsung dan anoda di mana reaksi oksidasi (reaksi anodik) berlangsung.
1. Penambahan panjang gugus metilen pada rantai samping turunan guanidin akan meningkatkan aktivitas H2-antagonis tetapi senyawa masih mempunyai efek agonispersial yang tiidak diinginkan. Bagaimana mengatasi hal ini?
2. Tidak seperti simetidin, ranitidin tidak menghambat metabolisme dari fenitoin, warfarin, dan aminofilin, dan juga tidak mengikat sitokrom. Apa yang membedakan antara simetidin dan ranitidin baik sifat fisik maupun kimianya sehingga mengakibatkan hal ini terjadi?
3. Struktur antihistamin klasik pada umumnya mengandung gugus aromatik lipofil yang dihubungkan oleh rantai 3 atom dengan atom N basa; contoh : difenhidramin, tripelenamin dan klortimeton. Selain menimbulkan efek-efek di atas histamin juga dapat mereangsang pengeluaran asam lambung. Efek ini tidak dapat dihambat oleh obat antihistamin klasik sehingga di duga histamin mempunyai reseptor yang secara karakteristik berbeda dengan reseptor H1, yang dinamakan reseptor histamin H2. Senyawa yang dapat menghambat pengeluaran asam lambung dinamakan H2 antagonis. Jelaskan perbedaan struktur antihistamin dan histamin!
DAFTAR PUSTAKA:
Sastrohamidjojo, H. dan Pranowo, H. D. 2009. Sintesis Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga
http://kimiamedisinalmegsel.blogspot.com/2015/03/metodemodifikasi-struktur-molekul-obat.html
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
saya jawab no 2 Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung
BalasHapusNo 2
BalasHapusPengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
saya jawab no 2 Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
BalasHapusNomor 2
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg ke-2:
BalasHapusCimetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
jawaban permasalahan no 1 Asetamida sensitif terhadap asam kuat dan basa, tetapi stabil pada pH 1-12. Asetamida tidak bereaksi dengan nukleofil dan organologam. Gugus ini dapat mengalami reduksi dengan hidrogenasi katalitik, boran, zat pereduksi borohidrida (tidak terhadap LiAlH4), dan dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi. Dua cara utama untuk memutuskan ikatan N-asetamida menjadi amina adalah dengan mereaksikannya dengan asam berair dan mereaksikannya dengan trietiloksonium tetrafluoroborat (Et3O+BF4-, pereaksi Meerwein). Reduksi dengan LiAlH4 menghasilkan turunan etilamina, dan hidrida ini dapat dipandang juga sebagai pereaksi pemecah. Contoh sintesis yang menggunakan gugus N-asetil adalah konversi 7.50 menjadi 7.51. Ikatan N-H indol merupakan ikatan N-H khusus seperti yang ditunjukkan pada gugus N-benzil, tetapi gugus tersebut dapat bereaksi jika atom nitrogen yang lebih reaktif tidak ada. Reduksi, klorinasi, dan konversi menjadi nitril (7.52) kemudian diikuti dengan hidrolisis terhadap nitril. Konversi asetamida menjadi amina (7.53) merupakan serangkaian proteksi yang dikerjakan oleh Woodward dalam mensintesis lesersat.
BalasHapus